Kamis, 05 September 2013

Dimana Berujung

Oleh . Sanx Atoeb Damai

Temaram hati berkilauan, apakah bersauh ?
Lanjut lantang berdiam namun berkarsa tak ubah bak lilin berpelita dalam redup udara
Sepasang mata bertajuk hasrat, mendulang dengan dalam baiduri berpeti
Tak tiba pula jawaban dimana berujung.

Saat hati berontak mencari peri tak kandas mencari jalan
Bingkai mata berbuluh mencari lirik mahkota
Suara Nada melantun damai memekik langit
Melintas bidur bidur penghalang tanya hati berujung.
Coba hinggapi kenapa belum tiba dimana berujung...

Allahu Akbar.

Betapa diri sangatlah bodoh
Mengenal tak mau mengerti
Mendengar tak mau menggali
Melihat tapi kena muslihat
Memahami tapi tak menjalani...
Maafkan aku, maafkanlah Kami..

Kutahu Dimana Berujung, dan Kumau disanapun Berujung
Seperti Dimana aku Datang, karena apa aku datang...

Allahu Akbar...Allohu Yaa.. Allah..

Planet Ini Berwarna Biru Mirip Bumi


Planet Ini Berwarna Biru Mirip Bumi
Planet baru yang mirip bumi, Keppler 22B
TEMPO.CO, OxfordDari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.

Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.

Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.

"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.

HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.

Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.

Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.

Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.

Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.

Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.

"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters. 

Oxford -- Dari luar angkasa, planet ini tampak seperti bumi. Warnanya biru. Dari bumi, yang berjarak 63 tahun cahaya, planet di luar sistem tata surya (eksoplanet) berkode HD 189733b ini bak sebuah titik biru.

Para ilmuwan mengenalinya sebagai biru kobalt, dengan amukan hujan badai disertai angin super kencang pada atmosfernya. Warna biru HD 189733b dikenali lewat teleskop Hubble milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

"Planet ini telah dipelajari sejak lama, tapi baru diketahui warnanya sekarang," kata Frédéric Pont dari University of Exeter, Inggris, yang memimpin program Hubble, Kamis, 11 Juli 2013.

Tim peneliti menemukan warna biru HD 189733b dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari permukaan planet. Mereka menemukan tingkat kecerahan atmosfer menurun pada spektrum biru ketika planet itu berada di belakang bintangnya.

"Kami dapat menyimpulkan bahwa planet ini berwarna biru karena sinyal pada spektrum warna lain tetap konstan," kata pemimpin penelitian, Tom Evans, dari University of Oxford, Inggris, seperti dilaporkan Space.

HD 189733b boleh saja berwarna sama dengan bumi, yang memang berjuluk planet biru. Namun, para ilmuwan menegaskan planet yang ditemukan pada 2005 ini adalah "Yupiter yang panas", sebuah planet gas raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintangnya.

Pont mengatakan, cuaca HD 189733b jauh dari ideal untuk mendukung kehidupan. Atmosfernya bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius. Hujan badainya mencapai kecepatan 7.000 kilometer per jam.

Pergerakan planet ini sangat cepat, hanya membutuhkan 2,2 hari untuk melakukan perjalanan penuh mengelilingi "matahari"nya. Bandingkan dengan bumi yang menghabiskan 365 hari untuk berevolusi.

Pada 2007, teleskop antariksa Spitzer, juga milik NASA, membantu para ilmuwan memetakan kondisi cuaca aneh yang dijumpai pada planet ini ketika pesawat antariksa membuat peta suhu eksoplanet untuk pertama kalinya.

Data menunjukkan perbedaan suhu planet saat siang dan malam hari mencapai 260 derajat Celsius. Inilah yang menyebabkan angin bertiup sangat kencang. "Tapi kami tidak yakin apa yang membuat warna planet itu biru," ujar Pont.

Memang sulit untuk mengetahui secara persis apa yang menyebabkan warna atmosfer suatu planet, bahkan untuk planet di tata surya. Namun, Pont mengatakan, pengamatan terbaru ini menguak sepotong teka-teki atas kondisi dan atmosfer HD 189733b.

"Kami perlahan melukis gambaran yang lebih lengkap tentang planet eksotis ini," ucap dia. Penemuan terbaru tentang warna HD 189733b diterbitkan dalam jurnal Astrophysical Journal Letters.

Arti Kata Sunda

Tidak jarang terjadi sebuah perbincangan yang sangat panjang dan berbelit-belit ketika beberapa orang dalam suatu pertemuan mencari arti atau pengertian dari suatu kata, terlebih apabila kata itu mempunyai ikatan emosional dengan pelaku pembicaraan atau masyarakat pendukungnya. Dalam hal kata Sunda, sampai saat ini masih menjadi satu topik yang menarik untuk diperbincangkan, terutama dalam pertemuan informal, dan merupakan satu contoh kasus yang senantiasa aktual. Hal ini karena kata Sunda di samping menyangkut nama satu kelompok etnis masyarakat yang mendiami sebagian wilayah di Pulau Jawa, juga dipercaya sebagai nama suatu agama (agama Sunda) yang mempunyai nilai sakral.
Menurut Edi S. Ekadjati dalam pidato pengukuhan jabatan guru besarnya yang berjudul Sunda, Nusantara, dan Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah (1995:3–4) memaparkan bahwa:
Secara historis, Ptolemaeus, ahli ilmu bumi bangsa Yunani, merupakan orang pertama yang menyebut Sunda sebagai nama tempat. Dalam buku karangannya yang ditulis sekitar tahun 150 Masehi ia menyebutkan bahwa ada tiga pulau yang dinamai Sunda yang terletak di sebelah timur India (Atmamihardja, 1958: 8). Kiranya berdasarkan informasi dari Ptolemaeus inilah, ahli-ahli ilmu bumi Eropa kemudian menggunakan kata Sunda untuk menamai wilayah dan beberapa pulau yang terletak di sebelah timur India. Ahli geologi Belanda R.W. van Bemmelen menjelaskan bahwa Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu daratan bagian barat laut India Timur, sedangkan dataran bagian tenggaranya dinamai Sahul. Dataran Sunda dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang melingkar (Circum-Sunda Mountain System) yang panjangnya sekitar 7000 km. Dataran Sunda itu terdiri dari dua bagian utama, yaitu (1) bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian barat dan (2) bagian selatan yang terbentang dari barat ke timur sejak Lembah Brahmaputera di Assam (India) hingga Maluku bagian selatan. Dataran Sunda itu bersambung dengan kawasan sistem Gunung Himalaya di barat dan dataran Sahul di timur (Bemmelen, 1949: 2-3). Selanjutnya, sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di dataran Sunda diberi nama dengan menggunakan istilah Sunda pula, yakni Kepulauan Sunda Besar dan Kepulauan Sunda Kecil. Yang dimaksud dengan Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau yang berukuran besar yang terdiri atas pulau-pulau: Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Adapun Kepulauan Sunda Kecil merupakan gugusan pulau-pulau: Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor (Bemmelen, 1949: 15-16). Namun kemudian istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil tidak dipakai lagi dalam percaturan ilmu bumi Indonesia.
Menurut Rouffaer (1905: 16) menyatakan bahwa kata Sunda berasal dari pinjaman kata asing berkebudayaan Hindu, kemungkinan dari akar kata sund atau kata suddha dalam bahasa Sansekerta yang mempunyai pengertian bersinar, terang, putih (Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949: 289). Dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat kata sunda, dengan pengertian: bersih, suci, murbi, tak tercela/bernoda, air, tumpukan, pangkat, waspada (Anandakusuma, 1986: 185-186; Mardiwarsito, 1990: 569-570; Winter, 1928: 219).
Menurut Gonda (1973: 345-346), pada mulanya kata suddha dalam bahasa Sansekerta diterapkan pada sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pulau Jawa yang dari jauh tampak putih bercahaya karena tertutup oleh abu yang berasal dari letusan gunung tersebut. Gunung Sunda itu terletak di sebelah barat Gunung Tangkuban Parahu. Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada wilayah tempat gunung itu berada dan penduduknya. Mungkin sekali pemberian nama Sunda bagi wilayah bagian barat Pulau Jawa itu diinspirasi oleh nama sebuah kota dan atau kerajaan di India yang terletak di pesisir barat India antara kota pelabuhan Goa dan Karwar (ENI, IV, 1921: 14-15). Selanjutnya, Sunda dijadikan nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa yang beribukota di Pakuan Pajajaran, sekitar Kota Bogor sekarang. Kerajaan Sunda ini telah diketahui berdiri pada abad ke-7 Masehi dan berakhir pada tahun 1579 Masehi (Danasasmita dkk, 1984: 1-27; Danasasmita dkk, IV, 1984; Djajadininingrat, 1913: 75).
Adapun arti kata sunda secara leksikografis/etimologis, R. Mamun Atmamihardja dalam bukunya Sejarah Sunda I (1956) mencatat beberapa arti yang didasarkan pada berbagai kamus bahasa, yaitu:
A. Bahasa Sansekerta
  1. SUNDA, sopan, bersinar, terang
  2. SUNDA, nama Dewa Wisnu
  3. SUNDA, nama ksatria buta (daitya) dalam cerita Upa Sunda dan Ni Sunda
  4. SUNDA, ksatria kera (wanara) dalam Cerita Ramayana
  5. SUNDA, dari kata Çuddha (= putih)
  6. SUNDA, nama gunung di Bandung Utara
B. Bahasa Kawi
  1. SUNDA, air
  2. SUNDA, tumpukan
  3. SUNDA, pangkat
  4. SUNDA, waspada
C. Bahasa Jawa
  1. SUNDA, penyusun
  2. SUNDA, bersatu
  3. SUNDA, dua (dari arti Candrasangkala)
  4. SUNDA, dari kata Unda (= naik)
  5. SUNDA, daru kata Unda (= terbang)
D. Bahasa Sunda
  1. SUNDA, dari sa-unda dan sa-tunda (= lumbung padi)
  2. SUNDA, dari kata Sonda (= bagus)
  3. SUNDA, dari kata Sonda (= terkenal)
  4. SUNDA, dari kata Sonda (= senang)
  5. SUNDA, dari kata Sonda (= menyenangkan)
  6. SUNDA, dari kata Sonda (= setuju)
  7. SUNDA, dari kata Sundara (= laki-laki tampan)
  8. SUNDA, dari kata Sundara (= nama Dewa Kamajaya)
  9. SUNDA, dari kata Sundari (= perempuan cantik)
  10. SUNDA, indah

Senin, 22 Oktober 2012

Potret Sholat Tahajud Generasi Rasulullah SAW


Potret Sholat Tahajud Generasi Rasulullah
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah."(QS 9:100).

"Janganlah kalian mencaci sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya saja salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka hal itu belum bisa menyamai nilai satu atah setengah mud dari infak yang mereka keluarkan."
HR. Bukhori (3673) dan Muslim (2540).

"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi sesudah mereka dan mereka lagi. " HR. Bukhori (3650) dan Muslim (2535).

Potret Sholat Tahajud Abu Bakr r.a
Diriwayatkan dari Qotadah r.a, bahwa ia berkata, "Pada suatu malam, Nabi s.a.w keluar rumah (menuju masjid), dan ternyata beliau mendapati Abu Bakr r.a sedang mengerjakan sholat dengan merendahkan suaranya. Selanjutnya beliau melewati Umar r.a yang juga sedang mengerjakan sholat, namun dengan suara keras. Ketika keduanya berkumpul di sisi Nabi s.a.w, maka beliau bertanya, ' Wahai Abu Bakr, aku tadi melewati dirimu, sedang engkau mengerjakan sholat dengan melirihkan suaramu.' (Mengapa begitu?) Abu Bakr menjawab, ' Ya Rosulullah, sungguh aku telah cukup memperdengarkan munajatku kepada Allah Swt.

Potret Sholat Tahajud Robi' bin Khoitsam
Ia adalah seorang yang selalu khusyuk, dan sangat menundukkan pandangan, sehingga ada sebagian orang yang mengira bahwa ia buta. Ketika budak wanita milik Ibnu Mas'ud melihatnya, maka ia berkata, "Temanmu yang buta itu datang." Ibnu Mas'ud pun tertawa karenanya. - Shifatush Shofwah (III/37).

Setiap kali melihat orang ini, Ibnu Mas'ud berkata (dengan mengutip ayat Al-Qur'an), "Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang patuh kepada Allah. Demi Allah, seandainya Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasalam melihatmu, tentu beliau akan mencintaimu." - Hilyatun Aulia (II/106).

Potret Sholat Tahajud Abu Sulaiman Ad-Daroni
Jika malam tiba, maka Abu Sulaiman Ad-Daroni berdiri (mengerjakan sholat) di mihrobnya. Jika ia tak kuasa menahan kantuk, maka ia segera berkata, "Wahai jiwa, ingatlah kematian dan segala yang terjadi sesudahnya!" Akhirnya, ia pun terus mengerjakan sholat malam hingga fajar. Mukhtashor Rounaqil Majalis, hal 67.

Mughiroh bin Habib berkata, "Aku pernah mengawasi Abdul Wahid bin Zaid selama sebulan. Aku lihat beliau tidak tidur malam sedikit pun. Setiap satu saat berlalu dari waktu malam, ia berkata kepada penduduk kampung, "Wahai penduduk, bangunlah! Dunia ini tidaklah tempat untuk tidur, karena sebentar lagi kalian akan segera dimakan oleh cacing. Tanbihul Mughtarrin, hal.97

Tags: ayat tentang tahajud, keajaiban shalat tahajud, doa tahajud, tata cara shalat tahajud, tahajud yang benar, keutamaan tahajud, hikmah tahajud, tahajud dan kesehatan, keajaiban sholat tahajud, tahajud cinta.

Minggu, 21 Oktober 2012

Penjelasan QS Ad Dhuha

Pokok pembicaraan surah Ad Dhuha ini, pengungkapannya dan pemandangan-pemandangannya,  bayangan-bayangan dan nada-nada pernyataannya merupakan suatu sentuhan kasih mesra, suatu hembusan rasa sayang, suatu belaian tangan yang belas kasihan yang menghilangkan sakit derita, suatu tiupan bayu yang membawa kerehatan, kerelaan dan harapan di samping mencurahkan rasa ketenteraman dan keyakinan. Semua
Semuanya itu merupakan tiupan bayu rahmat, bisikan kasih, perdampingan yang mesra, timangan-timangan kepada jiwa yang lesu, fikiran yang gelabah dan hati yang menderita. Berbagai-bagai riwayat telah memberikan bahawa penurunan wahyu telah putus seketika kepada Rasulullah s.a.w. Malaikat Jibril telah terlambat membawa wahyu Allah kepadanya kerana itu kaum Musyrikin melancarkan kempen bahawa Muhammad telah ditinggalkan Tuhannya! Lalu Allah turunkan surah ini.

Penerimaan wahyu, pertemuan dengan Jibril dan perhubungan dengan Allah, merupakan bekalan-bekalan kepada Rasulullah dalam mengharungi jalan da’wah yang sukar, merupakan air minum di panas yang terik dalam menghadapi keingkaran. Dan merupakan angin sepoi bahasa dalam cuaca panas menghadapi pendustaan kaum Musyrikin. Dengan inilah Rasulullah s.a.w. dapat hidup dalam panas terik yang membakar yang dialami beliau ketika menghadapi manusia-manusia yang liar, penderhaka dan degil, dan ketika menghadapi tipudaya, gangguan dan penindasan yang ditimpakan ke atas da’wah, keimanan dan hidayat oleh pelampau-pelampau kaum Musyrikin.

Apabila wahyu terputus seketika, maka putuslah bekalannya, keringlah matairnya dan sepilah hatinya dari kekasih, dan tinggallah beliau seorang diri di tengah panas terik tanpa bekalan, tanpa air dan tanpa bau kekasih tercinta yang biasa dini’matinya. Dan ini menjadikan Rasulullah s.a.w. begitu sengsara menanggungnya dari segala sudut.

Ketika itulah turunnya surah ad Dhuha ini membawa kasih mesra, rahmat,pe rdampingan, kerelaan, ketenteraman dan keyakinan:
( مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا َقَلى ( 3
3. “Tiada sekali-kali Tuhanmu meninggalkanmu dan tiada pula Ia murkakanmu.”
( وََللْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ اْلُأوَلى ( 4
4. “Dan sesungguhnya Akhirat itu lebih baik untukmu dari dunia.”
( وََلسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ َفتَرْضَى ( 5
5. “Dan sesungguhnya Allah akan memberi (limpah kurnia) kepadamu dan engkau tetap berpuas hati.”
Yakni Tuhanmu tidak pernah sekalipun meninggalmu sebelum ini dan tidak pernah sekalipun membiarkanmu dari limpah rahmat, naungan dan perlindungannya.
( َأَلمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا َفآوَى ( 6
6. “Bukankah dahulunya engkau seorang anak yatim piatu, lalu Allah memberi perlindungan kepadamu?”
( وَوَجَدَكَ ضَالًّا َفهَدَى ( 7
7. “Dan bukankah dahulunya Allah dapatimu dalam keadaan tiada pedoman, lalu Ia memberi hidayat kepadamu?”
( وَوَجَدَكَ عَائًِلا َفَأ ْ غنَى ( 8
8. “Dan bukankah dahulunya Allah dapatimu miskin, lalu Ia memberi kekayaan kepadamu?”
Tidakkah ini benar-benar berlaku dalam kehidupanmu? Tidakkah engkau merasa kesannya dalam hatimu dan dalam realiti kehidupanmu?
Tidak, tidak.
( مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا َقَلى ( 3
3. “Tiada sekali-kali Tuhanmu meninggalkanmu, dan tiada pula Ia murkakanmu.” Yakni rahmat kebajikan-Nya tidak pernah putus darimu dan tidak akan putus buat selama-lamanya.
( وََللْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ اْلُأوَلى ( 4
4. “Dan sesungguhnya Akhirat itu lebih baik untukmu dari dunia.”Ya kni di sana terdapat balasan-balasan untukmu yang lebih besar dan lebih sempurna:
( وََلسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ َفتَرْضَى ( 5
5. “Dan sesungguhnya Allah akan memberi (limpah kurnia-Nya) kepadamu dan engkau tetap berpuas hati”

Turut bersama tiupan bayu hakikat ini ialah tiupan bayu yang lembut yang terdapat dalam ungkapan-ungkapan ayat dan nada-nada pernyataannya, juga dalam frem alam yang diletakkan hakikat ini yaitu ungkapan:
( وَالضُّحَى ( 1
1. “Demi waktu pagi.”
( وَاللَّيْلِ إَِذا سَجَى ( 2
2. “Dan demi waktu malam ketika sunyi sepi”
Ungkapan ini melahirkan suasana mesra yang lemah-lembut dan kasih yang tenang di samping melahirkan kerelaan yang syumul dan rindu dendam yang halus:
( مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا َقَلى ( 3
3. “Tiada sekali-kali Tuhanmu meninggalkanmu dan tiada pula Ia murkakanmu.”
( وََللْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ اْلُأوَلى ( 4
4. “Dan sesungguhnya Akhirat itu lebih baik untukmu dari dunia.”
( وََلسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ َفتَرْضَى ( 5
5. “Dan sesungguhnya Allah akan memberi (limpah kurnia) kepadamu dan engkau tetap berpuas hati.”
( َأَلمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا َفآوَى ( 6
6. “Bukankah dahulunya engkau seorang anak yatim piatu, lain Allah memberi perlindungan kepadamu?”
( وَوَجَدَكَ ضَالًّا َفهَدَى ( 7
7. “Dan bukankah dahulunya Allah dapatimu dalam keadaan tiada pedoman, lalu Ia memberi hidayat kepadamu?”
( وَوَجَدَكَ عَائًِلا َفَأ ْ غنَى ( 8
8. “Dan bukankah dahulunya Allah dapatimu miskin, lalu Ia memberi kekayaan kepadamu?”

Seluruh perasaan kasih mesra, kerelaan dan kerinduan itu adalah mengalir dari suasana ungkapan yang seni, kata-kata yang lembut, dan irama indah yang keluar dari ungkapan-ungkapan itu iaitu irama yang bergerak dan melangkah tenang dan melahirkan gema yang halus dan sayu. Apabila Allah hendak mengadakan satu frem bagi mengungkapkan perasaan kasih sayang, rahmat yang tenang, kerelaan yang menyeluruh dan kerinduan yang halus ini maka Dia telah memilih waktu pagi yang terang cemerlang dan malam yang sunyi itu sebagai frem yang amat sesuai dengannya. Itulah dua Surah waktu yang paling jernih hening dan bening dari waktu-waktu siang dan malam.

Itulah dua waktu yang merangsangkan manusia melepaskan menungan-menungan dan pengamatan-pengamatannya, merangsang jiwanya berhubung dengan alam buana dan dengan Allah Penciptanya dan mengarahkannya supaya bertawajjuh kepada Allah dengan tasbih-tasbih dan dengan melahirkan perasaan yang gembira dan jernih. Allah telah menggambarkan dua waktu itu dengan kata-kata yang sesuai.

( وَاللَّيْلِ إَِذا سَجَى ( 2
2. “Dan demi waktu malam ketika sunyi sepi.”
Yakni malam yang dimaksudkan di sini bukannya seluruh waktu malam yang sepi dan gelap-gelita, malah yang dimaksudkan ialah waktu malam yang tenang, jernih, hening, diselubungi tompokan-tompokan awan
yang tipis yang merangsangkan perasaan sedih, bimbang dan terharu yang halus dan renungan yang tenang seperti suasana hidup yatim dan menumpang orang lain. Kemudian ia menyerlah tenang bersama waktu pagi
yang hening. Demikianlah warna-warna gambaran itu sesuai dengan warna-warna fremnya. Dengan ini pengungkapan ayat-ayat ini menjadi begitu serasi. Gubahan ungkapan yang cukup indah ini membuktikan bahawa al-Qur’an itu dan gubahan Allah yang indah, tidak dapat ditandingi dan ditiru

Mengapa minoritas penghuni Syurga adalah WANITA?

Mengapa Minoritas Penghuni Surga adalah Kaum Wanita?

Merupakan satu anugerah dari Allah, ketika seorang wanita dipertemukan dengan pasangan hidupnya dalam satu jalinan kasih yang suci. Hal ini sebagai satu tanda dari tanda-tanda kekuasaan Sang Khaliq.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan untuk kalian pasangan hidup dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir“. (Ar-Rum: 21)
Apatah lagi bila pendamping hidup itu seorang yang shalih, yang akan memuliakan istrinya bila bersemi cinta di hatinya, namun kalau toh cinta itu tak kunjung datang maka ia tak akan menghinakan istrinya.
Merajut dan menjalin tali pernikahan agar selalu berjalan baik tidak bisa dikatakan mudah bak membalik kedua telapak tangan, karena dibutuhkan ilmu dan ketakwaan untuk menjalaninya. Seorang suami butuh bekal ilmu agar ia tahu bagaimana menahkodai rumah tangganya. Istripun demikian, ia harus tahu bagaimana menjadi seorang istri yang baik dan bagaimana kedudukan seorang suami dalam syariat ini. Masing-masing punya hak dan kewajiban yang harus ditunaikan agar jalinan itu tidak goncang ataupun terputus.
Syariat menetapkan seorang suami memiliki hak yang sangat besar terhadap istrinya, sampai-sampai bila diperkenankan oleh Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan memerintahkan seorang istri sujud kepada suaminya.
Abdullah ibnu Abi Aufa bertutur: Tatkala Mu’adz datang ke negeri Yaman atau Syam, ia melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada para panglima dan petinggi gereja mereka. Maka ia memandang dan memastikan dalam hatinya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang paling berhak untuk diagungkan seperti itu. Ketika ia kembali ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Ya Rasulullah, aku melihat orang-orang Nashrani bersujud kepada para panglima dan petinggi gereja mereka, maka aku memandang dan memastikan dalam hatiku bahwa engkaulah yang paling berhak untuk diagungkan seperti itu.” Mendengar ucapan Mu’adz ini, bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
لَوْ كُنْتُ آمُرُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ َأنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَلاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ الله عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهَا كُلَّهُ حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا عَلَيْهَا كُلَّهَا حَتَّى لَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَىظَهْرِ قَتَبٍ لأَعْطَتْهُ إِيَّاهُ
Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makhluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya. Dan tidaklah seorang istri dapat menunaikan seluruh hak Allah Azza wa Jalla terhadapnya hingga ia menunaikan seluruh hak suaminya terhadapnya. Sampai-sampai jika suaminya meminta dirinya (mengajaknya bersenggama) sementara ia sedang berada di atas pelana (yang dipasang di atas unta) maka ia harus memberikannya (tidak boleh menolak).” (HR. Ahmad 4/381. Dihasankan Asy-Syaikh Albani dalam Ash-Shahihul Jami’ no. 5295 dan Irwa Al-Ghalil no. 1998)
Satu dari sekian hak suami terhadap istrinya adalah disyukuri akan kebaikan yang diperbuatnya dan tidak dilupakan keutamaannya.
Namun disayangkan, di kalangan para istri banyak yang melupakan atau tidak tahu hak yang satu ini, hingga kita dapatkan mereka sering mengeluhkan suaminya, melupakan kebaikan yang telah diberikan dan tidak ingat akan keutamaannya. Yang lebih disayangkan, ucapan dan penilaian miring terhadap suami ini kadang menjadi bahan obrolan di antara para wanita dan menjadi bahan keluhan sesama mereka. Padahal perbuatan seperti ini menghadapkan si istri kepada kemurkaan Allah dan adzab yang pedih.
Perbuatan tidak tahu syukur ini merupakan satu sebab wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, sebagaimana diberitakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seselesainya beliau dari Shalat Kusuf (Shalat Gerhana):
أُرِيْتُ النَّارُ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ. قِيْلَ: أَ يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ, لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Diperlihatkan neraka kepadaku. Ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita yang kufur .” Ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka satu masa, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata: Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” (HR. Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Al-Qadhi Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini disebutkan secara khusus dosa kufur/ingkar terhadap suami di antara sekian dosa lainnya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakan: Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain (sesama makluk) niscaya aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggandengkan hak suami terhadap istri dengan hak Allah, maka bila seorang istri mengkufuri/mengingkari hak suaminya, sementara hak suami terhadapnya telah mencapai puncak yang sedemikian besar, hal itu sebagai bukti istri tersebut meremehkan hak Allah. Karena itulah diberikan istilah kufur terhadap perbuatannya akan tetapi kufurnya tidak sampai mengeluarkan dari agama.” (Fathul Bari, 1/106)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengisahkan:
قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِيْنُ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ
Aku berdiri di depan pintu surga, ternyata kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sementara orang kaya lagi terpandang masih tertahan (untuk dihisab) namun penghuni neraka telah diperintah untuk masuk ke dalam neraka , ternyata mayoritas yang masuk ke dalam neraka adalah kaum wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5196 dan Muslim no. 2736)
Pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat. Setelahnya beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas kalian adalah penghuni neraka.” Berkata salah seorang wanita yang cerdas: “Apa sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.” Wanita itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agama?“. “Adapun kurangnya akal wanita ditunjukkan dengan persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Sementara kurangnya agama wanita ditunjukkan dengan ia tidak mengerjakan shalat dan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan selama beberapa malam (yakni saat ditimpa haidh).” (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79)
Karena mayoritas kaum wanita adalah ahlun nar (penghuni neraka) maka mereka menjadi jumlah yang minoritas dari ahlul jannah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam nyatakan hal ini dalam sabdanya:
إِنَّ أَقَلُّ سَاكِنِي الْجَنَّة النِّسَاءُ
Minoritas penghuni surga adalah kaum wanita.” (HR. Muslim no. 2738)
Bila demikian adanya tidak pantas bagi seorang wanita yang mencari keselamatan dari adzab untuk menyelisihi suaminya dengan mengkufuri kenikmatan dan kebaikan yang telah banyak ia curahkan ataupun banyak mengeluh hanya karena sebab sepele yang tak sebanding dengan apa yang telah ia persembahkan untuk anak dan istrinya. Sepatutnya bila seorang istri melihat dari suaminya sesuatu yang tidak ia sukai atau tidak pantas dilakukan maka ia jangan mengkufuri dan melupakan seluruh kebaikannya. Sungguh, bila seorang istri tidak mau bersyukur kepada suami, sementara suaminya adalah orang yang paling banyak dan paling sering berbuat kebaikan kepadanya, maka ia pun tidak akan pandai bersyukur kepada Allah ta`ala, Dzat yang terus mencurahkan kenikmatan dan menetapkan sebab-sebab tersampaikannya kenikmatan pada setiap hamba.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ لاَ يَشْكُرِ النَّاسَ لاَ يَشْكُرِ اللهَ
Siapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia maka ia tidak akan bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud no. 4177 dan At-Tirmidzi no. 2020, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil di atas syarat Muslim, dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/338)
Al-Khaththabi berkata: “Hadits ini dapat dipahami dari dua sisi.
Pertama: orang yang tabiat dan kebiasaannya suka mengingkari kenikmatan yang diberikan kepadanya dan enggan untuk mensyukuri kebaikan mereka maka menjadi kebiasaannya pula mengkufuri nikmat Allah ta`ala dan tidak mau bersyukur kepada-Nya.
Sisi kedua: Allah tidak menerima rasa syukur seorang hamba atas kebaikan yang Dia curahkan apabila hamba tersebut tidak mau bersyukur (berterima kasih) terhadap kebaikan manusia dan mengingkari kebaikan mereka, karena berkaitannya dua perkara ini.” (‘Aunul Ma’bud, 13/114)
Adapun Al-Qadhi mengatakan tentang hadits ini: “(Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan demikian) bisa jadi karena mensyukuri Allah ta`ala hanya bisa sempurna dengan patuh kepada-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Sementara di antara perkara yang Dia perintahkan adalah berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara tersampaikannya nikmat-nikmat Allah kepadanya. Maka orang yang tidak patuh kepada Allah dalam hal ini, ia tidak menunaikan kesyukuran atas kenikmatan-Nya. Atau bisa pula maknanya, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia yang telah memberikan dan menyampaikan kenikmatan kepadanya, padahal ia tahu sifat manusia itu sangat senang mendapatkan pujian, ia menyakiti si pemberi kebaikan dengan berpaling dan mengingkari apa yang telah diberikan, maka orang seperti ini akan lebih berani meremehkan sikap syukur kepada Allah, yang sebenarnya sama saja bagi-Nya antara kesyukuran dan kekufuran .” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/74).
Sepantasnya bagi seorang istri yang mencari keselamatan dari adzab Allah untuk mencurahkan seluruh kemampuannya dalam menunaikan hak-hak suami, karena suaminya adalah jembatan untuk meraih kenikmatan surga atau malah sebaliknya membawa dirinya ke jurang neraka. Al-Hushain bin Mihshan radliallahu anhu menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena satu keperluan dan setelah selesai dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya:
أَ ذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ
Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab: “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?” tanya Rasulullah lagi. Ia menjawab: “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah bersabda: “Lihatlah di mana keberadaanmu saat bergaul dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4/341. Berkata penulis Jami’ Ahkamin Nisa: hadits ini hasan, 3/430)
Saudariku, janganlah engkau sakiti suamimu dengan tidak mensyukuri apa yang telah diberikannya. Ingatlah, suamimu hanya sementara waktu menemanimu di dunia, kemudian dia akan berpisah denganmu dan berkumpul dengan para bidadari surga yang murka kala engkau menyakitinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan hal ini dalam sabdanya:
لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهَا مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ: لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللهُ, فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ, يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia kecuali berkata hurun `in (bidadari-bidadari surga) yang menjadi istri si suami di surga: “Jangan engkau menyakitinya qatalakillah , karena dia di sisimu hanyalah sebagai tamu dan sekedar singgah, hampir-hampir dia akan berpisah denganmu untuk bertemu dengan kami.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah no. 204. Berkata penulis Bahjatun Nazhirin: Sanad hadits ini shahih, 1/372) . Wallahu ta`ala a`lam bishawwab.
Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Judul asli : Kekufuran Istri Berbuah

Rabu, 04 Juli 2012

Kampung Naga


Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda di masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.

Lokasi dan topografi
Kampung ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda : sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.

Religi dan sistem pengetahuan

Penduduk Kampung Naga semuanya mengaku beragama Islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya, walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu: Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada hari Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke Tanah Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi"). Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Adapu pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur masyarakat Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan kepada hari-hari naas yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
  1. Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
  2. Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
  3. Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
  4. Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
  5. Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
  6. Jumalid Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
  7. Rajab hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
  8. Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
  9. Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
  10. Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
  11. Hapit (Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
  12. Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan kepada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.

Upacara Adat di Kampung Naga

Upacara-upacara yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga ialah Upacara Menyepi, Upacara Hajat Sasih, dan Upacara Perkawinan.

Menyepi

Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.

Hajat Sasih


Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
  1. Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
  2. Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
  3. Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
  4. Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
  5. Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam. Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudlu di tempat itu juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlabih dahulu dan masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid merupakantempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung selesai mandi kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung. Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa lamareun dan punduh membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh satu persatu. Mereka berjalan beriringan sambil masing-masing membawa sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam yang di tandai oleh batu besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai penghormatan kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak ada yang masuk ke dalamnya. Adapun Lebe dan Punduh setelah menyerahkan lamareun dan parakuyan kepada kuncen kemudian keluar lagi tinggal bersama para peserta upacara yang lain. Kuncen membakar kemenyan untuk unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia melakukan unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam. Arah barat artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk, kemudian ia mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam keramat bersama-sama. Setelah membersihkan makam, kuncen dan para peserta duduk bersila mengelilingi makam. Masing-masing berdoa dalam hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan, dan kehendak masing-masing peserta. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara bergiliran bersalaman dengan kuncen. Mereka menghampiri kuncen dengan cara berjalan ngengsod. Setelah bersalaman para peserta keluar dari makam, diikuti oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu lidi disimpan di "para" mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci oleh masing-masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun disimpan diBumi Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid. Setelah para peserta upacara masuk dan duduk di dalam mesjid, kemudian datanglah seorang wanita yang disebut patunggon sambil membawa air di dalam kendi, kemudian memberikannya kepada kuncen. Wanita lain datang membawa nasi tumpeng dan meletakannya ditengah-tengah. Setelah wanita tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur dengan air kendi dan membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan. Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur terlebih dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara Hajat Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada pula yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.

Perkawinan

Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngamparmunjungan. (berhamparan), dan diakhiri dengan
Upacara sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin baru.
Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. endog (telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu.
Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai pengantin diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. kedua mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen.
Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada mereka. Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang, dan pisang.
Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.

BUDAK ANGON JEUNG BUDAK JANGGOTAN


Guaran ngeunaan Budak Angon jeung Budak Janggotan Dina Uga Wangsit Siliwangi.

Wujud Budak Angon,  ramé ditéangan jeung ditungguan ku sabagéan rahayat Tatar Sunda. Saluyu jeung  Wangsit  Prabu Siliwangi.  Budak Angon masih teureuh Pajajaran, boh beresih haténa (wening galih jembar manah) , muslim nu taat. Nyieun batu cépér minangka ciri panto imahna. Nu ngélingan manéhna kana gapura kadatuan Pajajaran karuhunna, nu dijieun tina  batu. Imahna di handapeun tangkal Handeuleum ssarta kaiuhan ku tangkal Hanjuang. Budak Angon teu ngangon ingon-ingon, tapi manéhna terus-ngangon Kalakay & Tutunggul, boh saméméh atawa sabada kajadian “sagara jadi dangdarat”. Kalayan harepan  Tatar Sunda lémbok deui, rapih, cukup sandang, murah pangan jeung kertamukti. Ngageberan sumanget rahayat Tatar Sunda keur nguniang deui ngawangun nagara, sabada bancana ronngkah  “sagara jadi dangdarat” nu kajadianana kalayan kahoyong  Allah SWTEngkéna Budak Angon jeung  Budak Janggotan  jadi  inohong puseur geunjleungna nu bakal kajadian di Tatar Sunda. Manéhna kapaksa nyumput ka Lebak Cawéné  tina udagan musuhna. Sabab bakal diteumbleuhkeun( jadi  “kambing hitam” ) mu bubarna NKRI. Nepa ka datangna  Ratu Adil nu bakal nganjrek di Tatar Sunda. Di mana Budak Angon jeung Budak Janggotan  ngajak kumna rahayat Tatar Sunda  bari rjangji satia ka Ratu Adil. Antukna Tatar Sunda jadi salah sahiji basis perjuangannya, dina nyebarkeun Islam jeung Kaadilan ka sukuliah  jagat. 
      Wujud "Satria Piningit" memang masih kééhn misterius. Geus loba nu nyoba keur midankeunana ku carana séwang-séwangan. Alhasil, aya nu yakin geus manggihanana, malahan aya nu geus ngaku yén inyana si Satria Piningit. Lamun ditalungtik mangka wujud/sosok nu geus dipanggihan ieu masih cangcaya naha mémang inyana calon Ratu Adil téh?
       Budak Angon atawa "Penggembala" sabenerna ngarupakeun konsepsi ngeunaan kahirupan jeung kamanusaan. Sajeroning konteks diri manusa, Budak Angon  ngaupakeun konsep ngeunaan pamangih jati diri jeung pangawasaan keur naon saenyana urang dicipta. Slian ti jasad urang anu sabenerna ngan “tutunggangan" anu kudu ditalukeun, dikadalikeun, jeung diarahkeun ngaliwatan proses "ngangon", sajeroning diri urang oge aya kumpulan "sasatoan"  anu henteu dipaéhan tapi supaya diangon sahingga jadi potensi jeung tanaga positif keur nimukeun udagan hirup urang.
      Dina konteks kahirupan sasama, Budak Angon ngébréhkeun hiju upaya jeung "penertiban", pangwangunan, kasadaran, sarta , panuduh ubungan antara sasama nu didadasar ku kacinta jeung kaasih. Sahiji tatanan kahirupan anu leuwih adil. Sajeroning konteks wujud, pribadi-pribadi anu digawé soson-soson dina upaya jeung proses nu kitu anu disebut Budak Angon.
     Kacangcayaan anu muncul ngadorong  keur nalungtik jeung naliti deui naon nu geus dibuukakeun dina naskah-naskah luluhur ngeunaan wujud/sosok Satria Piningit sajati. Salah sahiji naskah anu biasa ku urang digunakeun minangka rujukan nyaéta  Uga Wangsit Siliwangi. Siliwangi dina Uga Wangsitna menyebut si calon Ratu Adil ku sebutan Budak Angon. Sawatara hal nu disebutkeun dina Uga Wangsit Siliwangi ngeunaan Budak Angon nyaéta: 
1.   Sora nu ménta tulung. 
     Dina Uga Wangsit Siliwangi disebutkeun “"Hiji mangsa engké, lamun geus tengah peuting kadéngé sora nu mawa panji, nah tah éta cicirénna." Sakabéh katurunan anjeun digero ku nu rek kawin di Lebak Cawéné.” Kecap “sora nu ménta tulung ” sigana sarua jeung “ungkapan Joyoboyo dina 169 nyaétasenang menggoda dan minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga“. 
      Budak Angon di awal kahadiranana bakal milampah hal-hal minangka tanda kedatanganana. Salah sahiji nyaéta tulung  di sabudeureun wewengkon Gunung Halimun. Teu jelas naha inyana ménta tulung ka jalma lian, naha inyana aya dina kasulitan atawa aya kaperluan lianna. Anu pasti lmun geus kitu hartina tandana bakal aya kahadiranana.
      Sawatara dina  Ramalan Joyoboyo dina bait 169 disebutkeun lamun Budak Angon  “suka minta secara nista sebagai ujian”. Kalimat ieu nyirikeun yén minta tolong itu hanya sebatas ujian bagi yang dimintai pertolongan. Ujian naon? Can kanyahoan ujian naon nu sok dipilampah ku Budak Ango ka nu lian. Hatu urang tungguan baé! 
2.   Néangan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. 
     Dina Uga Wangsit Siliwangi kaunggel Engké bakal réa nu kapanggih, sabagéan-sabagéan. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; Kecap “kaburu dilarang” ieu naon masudna? Naha dilarang dina ngébréhkeun fakta-fakta, atawa dilarang ngalelempeng sajarah? Sigana masih butuh tapsiran deui.
      Nu pasti Budak Angon sigana teu paduli ku larangan pamingpin. Malahan lain ngan wungkul  teu paduli ku éta larangan, tapi leuwih ti éta Budak Angon ngalawan  larangan si pamingpin sabari seuri. Teu kabayang kumaha rarasan si pamingpin  lamun dilawan sabari seuri. Bisa-bisa Budak Angon dina kaayaan bahaya iieu sabab gawéna sok ngalawan raja panyelang.
      Dina kekecapan “nu kapanggih, sabagéan-sabagéan, sabab dilarang raja panyelang , nunjukkeun yén nu bakal kapanggih ku balaréa mémang ngan sabagéan wungkul. Ku sabab ngan sabagéan saja mangka nu dipanggihan kasebut tacan lengkep jeung tangtuna can sampurna hasilna. Tapi lain ari keur Budak Angon mah, inyana terus néangan bari ngalawanari sabari seuri. Bisa jadi pamanggih Budak Angon ieu bakal ngarupakeun pamanggih anu paling lengkep jeung ngadeukeutan kana bebeneran. 
     Ngangon Keretas jeung Kala, (Péna)

Dina Uga Wangsit SIliwang kaunggel kieu:  Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngoréhan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagéan disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engké mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.
      Budak Angon miboga kabiasaan gumpulkeun daun jeung dahan. Kecap daun jeung dahan disebutkan Uga Wangsit Siliwangi “Kalakay jeung Tutunggul“. Kalakay ngarapuakeun daun lontar nu biasa digunakeun ku jalma jaman baheula minangka lambaran daun keur nulis. Sedengkeun Tutunggul ngarupakeun dahan tangkal nu biasa digunakan jalma urang jaman baheula minangka pena keur nulis enulis. Sahingga Kalakay jeung Tutunggul bisa dihartikan minagka keretas jeung kalamna.
      Budak Angon miboga karesep ngangon kertas jeung kalam /péna. Inyana terus ngumpulkeun barang ieu subage angonanana. Teu jelas kunaon inyana resep ngangon kertas jeung pena. Kecap ngumpulkeun ngandung harti kertas jeung kalamna ngan sahiji wujud, tapi jumlahna loba jeung jadi barang nu dipikaresep. 
     Budak Angon ngangon kertas jeung pena keur manggihan sajarah jeung kajadian. Teuing sajarah jeung kejadian naon nu dikumpulkeunana, tapi bisa dipikaharti yén di Nusantara loba sajarh nu dirobah, bisa jadi ha lieu aya  Kakaitanana jeung ngalempengkeun kaayaan sajarah bangsa urang. 
      Inyana bakal terus gumpulkeun sajarah jeung kajadian-kajadian penting tangtuna pikeun nganggeuskeun masalah di Nusantara. Wajar baé lamun sajarah ditalungtik sabab satemenna keur nganggeuskeun hiji masalah teu meunang henteu kudu miwanoh kana awal sajarahnya kunaon pangna bisa kajadian. Ku karesepna nlungtik sajarah jeung kajadian nu ditulis dina kertas ku kalam engkéna masalah di Nusantara bakal bisa dibébérés kalawan gampil. 
Ieu Budak Angon dina saengoning pangabdiannana téh éstuning “sepi ing pamrih ramé ing gawé, teu pernah ménta buruh atawa ménta naon-naon éstu ikhlas tur rido. 
Ari kecap Angon, -nyambung kana bait awal– ngAngonna téh kalakay jeung tutunggul. Naon ari kalakay jeung tutunggul? Kalakay jeung tutunggul dikiaskeun di dieu kana kertas jeung pulpen. Jadi ieu Budak Angon téh jalma anu gawéna ngumpulkeun kertas jeung pulpen, atawa sacara jelasna mah ieu Budak Angon téh jalma anu resep néangan élmu pangaweruh, resep ngumpulkeun sajarah jeung jalma anu nyakola. 
Tapi naha anu mawa parobahan nagara jeung sok aya dina unggal-unggal mangsa téh ngan saukur Budak Angon (abdi/abid)? Lain pamingpin atawa raja? Sabenerna mun urang pernah maca tulisan salah saurang sosiolog Iran. Anjeuna nerangkeun yén anu bisa mawa hiji bangsa kana revolusi téh lain ti golongan pamaréntah atau élmuwan. Jalma anu bisa mawa rahayat pikeun revolusi téh ngan jalma biasa, tapi ieu jalma biasa téh aya terus di tengah-tengah rahayat, gawé langsung jeung rahayat, jadi bisa ngagerakkeun rahayat kana parobahan. Atawa ceuk Antonia Gramsi mah jalma nu disebut Intelectual Organic.
  Nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung. 
Dina Uga Wangsit Siliwangi kaunggel; Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Kecapa di birit leuwi nétélakeun yén imah Budak ayana deukeut muara susukan. Prabu Siliwangi teu masihan gambaran sakumaha anggangna antara imah jeung walungan ieu. 
      Prabu Siliwangi ogé teu nyebutkeun ngaan walungan ieu santukna rada susah dina nangtukeun palebah manana. Di Tatar Sunda loba pisan walungan anu disisina rapang ku jalma rahayar ti kalér nepi ka kidul. Jadi susah kacida nangtunkeun kapastian walungan ieu nu dimaksud ku Prabu Siliwangi. Tapi nu pasti Budak Angon imahna sisi walungan, jadi lamun aya nu ngaku Budak Angon tapi imahna jauh ti walungan, hartina teu saluyu jeung Uga Wangsit Siliwangi.
      Tuluyna dina kecap “pantone batu satangtung” masih perlu ditaliti, naha suhunan imahna téh dikieun tina batu? Ogé naha panto imahna dijieun tina batu? Bisa kitu bisa henteu!
      Kalimah ieu bisa dipikahati yén imah Budak Angon henteu ngan sa-hambal (1 lantai), imah nu aya loténgan. Hal ini dirorong ku ungkapan Joyoboyo dina bait 161 nyaétaberumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga“. Tina ungkapan Joyoboyo nunjukkeun aya 3 hambal imahna Budak Angon. Tangtuna lain imah biasa, bisa jadi imah “tingkat ekonomi menengah atawa mémang Budak Angon téh ti kumawarga nu beunghar? Can bisa dipastikeun.
     Kusabab kitu keur nyieun hiji imah anu “bertingkat dengan bahan semen untuk lantai-lantainya,  maka dari bahan semen yang padat dengan sendirinya akan membentuk batu yang keras. Tuluyna bisa dimaklum lamn panto hambal kahiji (lantai pertama( luhurna satangtung (setinggi cor semen lantai dua). Memang kalolobaanana imah anu “bertingkat” pantona pasti bakal satangtung luhurna téh. 
 Saungna di birit leuwi, hartina saung = imah/tempat cicing; birit leuwi = tungtung leuwi. Ngandung harti ieu Budak Angon mun rék indit atawa balik kudu bisa meuntasan éta leuwi. Ieu téh simbul yén Budak Angon saungna di birit leuwi, cicirén jalma anu bisa leumpang/asup jeung ditarima di rupa-rupa tempat jeung golongan. Jadi ieu Budak Angon téh lain jalma fanatik anu ngan ukur ngaronjatkeun golonganana/parteyna wungkul tapi sanggup bajuang babarengan jeung sagala pihak pikeun kapentingan sakabéh rahayatna. 
Aya deui nu nafsirkeun kieu: Pantona batu satangtung, batu=barang alam anu kacida teuasna. Hartina ieu Budak Angon téh boga pamadegan anu kacida kuat, teguh pancuh lir ibarat batu, teu gampang gedag kaanginan teu unggut kalinduan. Ieu Budak Angon teu daék diajak kompromi kana jalan anu salah.
 Kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. 
     Dina Wangsit Siliwangi keunggel yén imahna Budak Angon téh:  imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Kecap kahieuman ku Handeuleum  jeung karimbunan ku hannjuang ngandung harti di haeupeun imah Budak Angon  aya dua yangkal nu kacida suburna jeung jadi cicirén khusus imahna. Di dieu ngan disebutkeun dua tangkal, hartina mémang ngan aya dua tangkal di hareupeun imahna nu ngabédakeun jeung imah nu liana.
      Lamun ditakungtik dua rupa tangkal ieu euweuh bahasa Indonesiana atawa mémang can kanyahoan naon ngaranna. Kadua kecap ieu siha bsa kuno ti wewengkon Sunda tempat matuhna Siliwangi. Nepi ka ayeuna can aya hiji pihak ogé nu nyaho jinis éta tangkal. Malahan urang Sunda pituin ogé ngaku teu nyaho kana dua jinis tangkal éta. Urang tunguan baé kahareup bakal kanhyahoan.
      Aya sawatara urang nu napsirkeun yeun kecap Handeuleum jeung Hanjuang minngka sasmita wungkul. Naha enya eta dua tangkal the lain tangkal nu tuwuh dina taneuh? tapi sakedar simbul wungkul? Coba urang paliré deui dawuhan Siliwangi  anu nyebutkeun Budak Angon:  “Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngoréhan, ngumpulkeun anu kapanggih.  Kecap Budak Angon oge saenyana sasmita/simbum ti Siliwangi.  Tuluy ieu sasmita/simbul dijelaskeun laum anu diangonna lain sasatoan tapi kalakay jeung tutunggulSedengkuen kekecapan Handeuleum jeung Hanjuang euweuh kateranganana. Antukna ieu dua kecap téh bisa dipastikeun  dua tangal nu tuwuh dina taneuh. Lamun mangrupa sasmita tangtu Prabu Siliwangi bakal ngajelaskeun pimaksudeunana. 
Tapsiran lian: Dihateupan ku handeuleum di tihangan ku hanjuang, hartina ieu Budak Angon téh nyumput buni dinu caang, aya bareng jeung urang tapi teu kawentar sakabéh jalma apal, jalmana sabenerna luar biasa tapi ngaku jalma biasa. Ieu Budak Angon téh ulah dibayangkeun jalma anu kawentar anu sakabéh rahayat apaleun, malah inyana ogé teu apaleun atawa teu pernah ngaku lamun dirina téh Budak Angon.
  
 Indit bareng jeung Budak Jangotan.

Dina Uga Wangsit Siliwangi kaunggel : “Naréanganana budak tumbal, sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Saha ari Budak Janggotan téh? Sesebutan Budang Janggotan ieu masih jan jelas. Naha ieu budak téh ngarupakeun sobat, karabat atawa kulawarga atawa pangasuh Budak Angon? Can jelas, sabab dina Uga Wangsit Siliwangi teu loba ngulas ngeunaan ieu.
      Dina naskah-naskah lian ngabéjakeun yén Ratu Adil miboga tukang asuh nyaéta Sabda Palon. Naha mungkin Budak Janggotan téh Sabda Palon? Tai sigana mahlain sabab Sabda Palon mahmangrupa wujud Jin, sedengkeun ari sesebutan budak mah keur jelemaJadi Budak Janggotan lain SabdaPalon.
      Misteri ieu masih sulit diébréhkeunana. Basa Angon masih jadi wujud nu misteri, dina mangsa anu sarua wujud lian nyaeta Budak Janggotan  anu jati dirina ogé masih misteri. Tapi nupasti budak ieu the janggotan anu engkéna mun geus tiba waktuna sabada muncul Budak Angon.
 Mariang pindah ngababakan di Lebak Cawéné! 
Uga: “ geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!
Kawana Budak Angon moal waka kapanggih lamjun acan mucul. BAsa jalma-jalma geus manggihan padumkananadi sisi walungan, inyana geus miang bareng jeung Budak Janggotan ka Lebak Cawéné.
      Siliwangi teu nyebutkeun satersna jalmma-jalma balak hasil manggihan Budak Angon di Lebak Cawéné sabada teu magguhan di padumukanana. Teu aya kalimah kasebut dina Uga Wangsit Siliwangi. Kusabab kitu bisa dicindekkeun yén jatak antara padumukan Budak Angon jeung Lebak Cawéné jauh kacida. .
      Siliwangi ogé teu yebutkeun sabada miang ka Lebak Cawéné si Budak Angon terus mulang deui ka imahna.  Kusabab kitu hartina Lebak Cawéné mangrupa padumukan anyar Budak Angon sabada padumukanana di sisi walungan ditinggalkeun. Lamun Budak Angon balik deui ka imahna di sisi walungan, tinangtu  Siliwangi bakal nyebutkeun bakal hasil dipanggihan di imahna. Geuspasti lamunjalma manggihan di imahna tangtu bisa ditungguan iraha pimulanguanana. Tapi nyatana teu aya kalimah ieu dina Uga Wangsit Siliwangi.
      Nepi ka ayeuna can kanyahoan di mana saenyana lebahna Lebak Cawéné. Dina peta Jawa atawa peta Indonesia, teu aya wewengkin ni disebut Lebak Cawéné. Kusabab kitu ngaranna ogé masih asing jadi loba nu napsirkeun numutkeun kayakinanana séwang-séwangan.  
      Aua nu napsirkeun Lebak Cawéné ayana di suku hiji gunung. Aya ogé nu yakin ayana di patilasan Joyoboyo. Nu lian ngomong aya di hiji tempat nu aya guhaan jeung sajabana, jadi sumakin teu jelas palebah manana ieu Lebak Cawéné.Tapi laum urang yakom ayana hiji tempat anu mangrupa Lebak Cawéné, tuluyna bisa dipastikeyn urang bakal maksa keur nangtukeun salah sahiji jalma di wewengon ieu anu bakal jadi calon Ratu Adil.
      Sing awas yén Siliwangi henteu nyebutkeun Budak Angon bakal dipanggihan di Lebak Cawéné. Di sisi lian Siliwangi ogé teu maparin ciri-ciri Lebak Cawéné jadi mustahil Lebak Cawéné bisa dipikanyaho saméméh Ratu Adil muncul, kajaba urang jalma leuwih sakti ti Siliwangi. 
Pamendak lian,  Budak Angon kaayanana pikasediheun, kusabab teu dipaliré jeung dimusuhan waé ku pangawasa, ahirna ngahiji bareng jeung Budak Janggotan miang indit ka Lebak Cawéné misahkeun diri. Misahkeun diri ieu téh bisa ku sababaraha sabab, bisa kulantaran geus teu tahan ku sistem pamarentahan anu geus bener-bener ancur. Atawa duanana pindah keur ngajauhan tina kadzoliman pangawasa harita, di tempat anu anyar ieu Budak Angon jeung Budak Janggotan bisa bisa ngawujudkeun naon anu salila ieu jadi harepan nyaéta nagara anu gemah ripah loh jinawi.
 Gagak ngelak na tutunggul. 
Uga: “ Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul.
    Kecap “ngelak” (berkoar) bisa jadi manuk Gagak no sok ngelak (berkicau), atawa bisa jadi ngarupakeun sasmita wungkul.
      Loba pisan kamungkinanana nguenaan gagak ngelak ieu. Tapi dina  naskah-naskah lian saperti nu diungkap Ronggowarsito jeung Joyoboyo yén Budak Angon saméméh jadi Ratu Adil hirup sangsara, inyana mindeng dihina batur. Lamun di kaitkeun jeung ha lieu mangka Gagak ngelak bisa dihartikeun subagţ jalma-jalma nu sok ngahina Budak Angon.
      Kusabab kitu hirupna sok dihina batur, anu ahirna Budak Angon minggat ninggalkeun padumukanana. Terus inyana bareng jeung Budak Janggotan pindah ngababakan di Lebak Cawéné keur muka babakan anyar. 
Ngeunaan Budak Angon jeung Budak Janggotan, aya kapercayaan anu datangna di beulah wétan dicutat tina salah sahiji blog:

“Aura “dua sosok” tersebut ada pada dua orang Jawa berdarah Sunda pengikut Rasulullah Muhammad SAW melalui Prabu Kian Santang, dan dalam menapak menjalankan ajaran Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Secara hakekat fenomena ini melambangkan bahwa “dua sosok” beliau adalah berasal dari Trah Pajajaran-Majapahit. Sehingga setidaknya terjawab sudah apa yang telah diwangsitkan oleh Prabu Siliwangi dalam “Uga Wangsit Siliwangi” berkenaan dengan sosok “Budak Angon dan Pemuda Berjanggut yang mengenakan pakaian serba hitam bersandangkan sarung tua”. Dua sosok tersebut mewakili keturunan Prabu Siliwangi yang pergi menuju ke arah Timur.” Dalam kitab Musasar Jayabaya bab Sinom disebutkan bahwa kedua sosok tersebut berhati putih namun masih tersembunyi dan Pemuda Berjanggut adalah keturunan Prabu Siliwangi yang Islam dan sangat bertauhid.


Tak perlu penasaran siapa sejatinya beliau. Karena beliau “dua orang” tersebut tidak akan muncul di permukaan sebelum misi yang dijalankannya paripurna. Missi tersebut berkenaan dengan “Persatuan Umat” dan untuk ingat kembali akan “Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa”. Jangan dibayangkan “beliau” akan harus berhadapan dengan jutaan umat di nusantara ini. Namun dalil yang berlaku pada “beliau” adalah : “Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”. Sampai kapanpun “beliau” tidak akan mengaku dan tidak mengetahui bahwa dirinya sebagai sosok “Satria Piningit” itu. “beliau” tengah berjalan dari Timur menuju Barat, meluruskan kembali apa yang salah diantara Majapahit dan Pajajaran (khususnya kejadian Perang Bubat). Prinsipnya banyak hal yang perlu diluruskan berkenaan dengan sejarah nusantara ini. Karena kepentingan pihak-pihak tertentu pasca keruntuhan Majapahit. Sampai dengan dekade ini banyak sejarah yang telah diputarbalikkan ataupun dibengkokkan. Secara empirik catatan atau bukti sejarah boleh hilang, namun di alam kegaiban catatan sejarah nusantara ini tidak dapat dihapus.

Tak salah kiranya kembali apa yang tertulis di dalam Uga Wangsit Siliwangi :”Dengarkan! Jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi, Orang Sunda dipanggil-panggil, Orang Sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.”
Ngan anu jelas ieu Budak Janggotan téh turunan Prabu Siliwangi anu milu ka beulah wétan, anjeuna bakal mawa ajaran anu ngutamakeun Tauhid ka Allah SWT, sabab poko pangkal karuksakan ieu nagara téh kusabab manusa geus poho kanu nyiptakeunnana, loba kamusyrikan di mana-mana, manusa nyarembah pangkat jeung kadudukan. Ajaran Tauhid anu murni geus jadi barang langka. Budak Janggotan bakal datang deui pikeun ngélingan tur meresan ieu kaayaan tapi bari tetep hormat ka karuhunna.
 Ratu Adil nu sajati.    
Dina Uga Wangsit Siliwangi kaunggel: Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.
Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!
Urang dititah ku Siliwangi keur néangan Budak Angon, sabab inyana nu bakal jadi jadi Ratu Adil nu sajati.
      Sigana Siliwangi boga maksud mapari amanah sangkan urang ati-ati dina néangan Budak Angon. Hal ieu disababkeun ku bakal lobana Budak Angon palsu muncul di Pulo Jawa. Saterusna Budak Angon palsu bisa jadi aya dukungan jalma lian ka dirina sahingga dipaksa luyu jadi Ratu Adil, tapi bisa jadi ogé disababkeun ku gurung gusuh yakin yén dirina Budak Angon.
     Tinggali ayeuna geus loba kadéngé di mana-mana ti Jawa bagéan kulon tug ka  Jawa bagéan wétab, jalma-jalma anu muncul dipercaya subagé Ratu Adil. Malahan geus loba muncul di mana-mana  jalma nu ngaki dirina subagé Ratu Adil.
Kusabab kitu Siliwangi ngawanti-wanti supaya urang néangan Ratu Adil sajati, sabab Ratu Adil sajati ngan aya hiji, sedengkeun Ratu Adil palsu mah loba pisan. Sanajan loba Ratu Adil palsu, hal ieu moal ngarobah papastén munculna anu asli. Lamun nu asli geus muncul akibatna kabéh bakal kabuktian mana nu asli jeung mana anu palsu luyu jeung dawuhan Siliwangi: Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta Budak Angon!     
Uga: “ Jaman bakal ganti deui. Tapi engké, lamun gunung Gede anggeus bitu di susul ku tujuh gunung. Genjlong deui sajajagat. Urang Sunda disasambat, urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Bangunan ngahiji deui. Mangsa jaya, jaya deui; sabab Ratu anu anyar, Ratu Adil sajati.

Ieu bagéan wangsit Siliwangi acan bisa kagambarkeun sacara jelas. Tapi kecap gunung, ieu ngalambangkan hal
anu luar biasa, anu rongkah. Mun hiji gunung bitu mamalana luar biasa, komo mun tujuh gunung, bisa génjlong ieu nagara. Mun teu salah ngartikeun, revolusi bangsa urang bakal di mimitian ku kakacowan anu muncul di tanah Sunda/atawa salah sahiji kota/pulo di tanah Sunda (dilambangkan ku gunung gedé), terus ngarémbét ka wewengkon (kota/pulo) séjénna (dilambangkeun ku 7 gunung). Ieu ngandung harti bakal aya kajadian anu ngakibatkeun urang Sunda ngamuk, antukna nusantara jadi ramé.

Kunanon kecap “gunung gedé” bitu teu dihartikeun saujratna? Sabab bakal teu nyambung jeung kalimat “urang Sunda disasambat, urang Sunda ngahampura” anu hartina di dieu urang Sunda ngambek terus misahkeun diri tina beungkeutan, terus dipéenta balik deui, urang Sunda ngahampura terus balik deui kana bangkeutan, nusantara jadi ngahiji deui.

Nya dina mangsa éta, Ratu Adil anu salila ieu ditéangan bakal kapanggih –ku urang Jawa mah ieu ratu Adil téh sok disaruakeun jeung Satria Piningit—tangtu munculna Ratu Adil ieu téh kulantaran pituduh ti Budak Angon. Prabu Siliwangi teu pernah ngabéjaan saha ieu Ratu Adil (saha? Timana?), tapi ngan méré paréntah pikeun néangan Budak Angon, sabab Budak Angon ieu anu bakal jadi konci utama jeung nu nungtun urang pikeun manggihan Ratu Adil anu sajati. Tapi dina mangsa néangan Budak Angon jeung Ratu Adil éta urang ulah sakali-kali ngalieuk ka tukang anu ngandung hartia ulah ningali ka tukang, maksudna ka mangsa anu geus kaliwat jeung ulah ngungkit-ngungkit pangalaman katukang

K
acindekan  Budak Angon dina uga wangsit Siliwangi:
Ébréh kagambar dina ieu uga, urang Sunda anu bakal nyekel pancén pikeun mémérés ieu nagara anu geus ruksak. Iraha? Teuing, ngan nu jelaslah mah urang kudu terus usaha pikeun ngoméan ieu nagara tapi sakali-kali ulah ngungkit-ngungkit hal-hal anu geus kaliwat. Ayeuna mah anu paling penting sakabéh urang Sunda kudu baralik deui ngoréhan élmu karuhunna (Pajajaran). Tah didinya bakal nepi heula kana uga Bandung “Sunda nanjung mun anu pundung ka Cikapundung geus baralik deui”—hartina mun sakabéh komponen kasundaan geus ngahiji deui, kakara Sunda bakal nanjung. Jeung pancén penting séjénna nyaéta urang kudu néangan Budak Angon di mana ayana, mun geus kapanggih kudu dirojong ku saréréa. Muga-muga!
Dina salah sahiji Uga aya unina jiga kieu “Nagara urang bakal aman, mun
wong jowo tinggal separo, wong Londo tinggal sejodo, wong cino pada lungo (urang Jawa tinggal satengah, urang Walanda tinggal sajodo, urang

Ti dinya datang Budak Janggotan. Datangna sajamang hideung, bari nyoren kaneron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngelingan ka nu paroho. Tapi henteu diwawaro !
Da pinterna kabalinger, harayang meunang sorangan. Arinyana teu arengeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan.

Boro-boro dék ngawaro, malah Budak Janggotan, ku ariyana di éwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju ariyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal ariyana nyiar-nyiar pimusuheun. Sing waspada
! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran di dongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana ariyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat.

Dina mangsa ieu aya sabagéan kalangan Islam (tokoh
ulama/ustad =Budak Janggotan) anu nyobaan ngélingan ka raja anu keur sasar. Tapi éta raja anu keur sasar téh tibatan nurut malah malik ngéwa, éta Budak Janggotan téh ditéwak tuluy diasupkeun ka panjara. Ieu balad raja buta mémang lolobana pinter kabalinger, kapinterannana dipaké jang nindes rahayat. Maranéhannana teu sadar yén kajayaan sakeudeung deui bakal runtuh, jaman bakal robah. Sabab rahayat anu kuciwa bakal nungtut ieu raja ngarah diturunkeun.

“Nyaram Pajajaran di dongéngkeun” ieu geus jadi rahasia umum, yén di jaman Suharto ampir kabéh sajarah téh loba anu kasingsal, loba anu di
robah, loba anu diputerbalikeun keur kapentingan jeung kakawasaannana. Sajarah anu asli tur lempeng bener satékah polah dihalangan atawa dileungitkeun (sejarah Supersemar, Sejarah Gerakan G30S/PKI, sajarah Perang Bubat, jrrd). Sabab lamun ieu sajarah kabuka terus dilempengkeun deui, maka raja Buta bakal kanyahoeun sagala talajak goréngna, sabab manéhanana anu sabenerna jadi pangkal sabab kaancuran ieu nagara.

Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Ariyana teu nyaraho, yén harita téh jaman geus asup kana jaman: jaman sato. Jaman manusa dikawasaan ku sato !
Jayana buta-buta henteu pati lila; tapi, bongan kacida teuing nyangsara ka somah, loba somah anu pada ngarep-ngarep caringin rentas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan.


Ieu buta-buta balad raja buta sasar teh beuki ngagalaksak wae, kalakuanna dina nyangsarakeun rahayat teh étuning geus ngaleuwihan para penjajah bangsa deungeun anu baheula ngajajah urang. Ieu jaman mémang teu béda ti jaman sato, hukum anu aya ngan hukum rimba, halal-haram geus teu dipaliré, anu aya buta-buta téh terus-terusan ngumpulkeun harta jeung kakawasaan. Tapi……..rahayat anu geus teu tahan mimiti ngalawan, tahun 1998 parté
y caringin jeung sagala kakawasaannana runtuh, di mimitian di Jakarta (gedong MPR) terus ngarémbét ka sakuliah nusantara (caringin reuntas di alun-alun). Ieu raja buta diturunkeun sacara paksa. Buta-buta anu baheula kawasa téh antukna mah ayeuna jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan, aya anu ditéwak di asupkeun ka pangbérokan, aya anu ngajuralit tina kakawasaanana.
Uga: ” Iraha mangsana ? Engké mun geus témbong Budak Angon !
 Sakitu sawatara hal ngeunaan Budak Angon saluyu jeung anu kunggel dina naskah Uga Wangsit Siliwangi. Siliwangi ngahaja teu pati jelas dina ngagambarkeun Budak Angon dina naskahna antukna sulit keur urang keur manggihanana.  Sigana ieu the dihaja sabab bakal loba pihak-pihak anu tangtuna ngahalangan kamungkian munculna Ratu Adil ku rupa-rupa alesan.
      Tapi nu pasti urang bakal nyaho mana Ratu Adil palsu jeung mana Ratu Adil nu sajati tangtuna lamun geus waktuna muncul. Hayu urang tungguan, da ari geus waktuna muncul mah pasti muncul. Iraha? “Sapoé-sapeuting deui”…..
Panutup
ntré kagambar dina ieu uga, urang Sunda anu bakal nyekel pancén pikeun mémérés ieu nagara anu geus ruksak. Iraha? Teuing, ngan nu jelaslah mah urang kudu terus usaha pikeun ngoméan ieu nagara tapi sakali-kali ulah ngungkit-ngungkit hal-hal anu geus kaliwat. Ayeuna mah anu paling penting sakabéh urang Sunda kudu baralik deui ngoréhan  élmu karuhunna (Pajajaran) tah didinya bakal nepi heula kana uga Bandung “Sunda nanjung mun anu pundung ka Cikapundung geus baralik deui”— hartina mun sakabéh anasir kasundaan geus ngahiji deui, kakara Sunda bakal nanjung. Jeung  pancén penting séjénna nyaéta urang kudu néangan éta Budak Angon di mana ayana, mun geus kapanggih kudu didukung ku saréréa. Mugia!
Dina salah sahiji Uga aya mu unina kieu “Nagara urang bakal aman, mun  “ wong Jowo tinggal separo, wong Londo tinggal sejodo, wong Cino pada lungo”
Cag!
 Dikumpulkeun jeung ditulis ku Réngéngan Pakar  “SKKS”
Ki H Ihwan Natapradja, (Jagasatru 6)
Ki Manik Sundayana
Ki Wiratmadja Subakusumah

Chapter 1: The Hidden Secrets of Trade

I. Introduction In the bustling world of global commerce, where goods and services flow across borders with the speed of light, there exists...