Makam Orang Belanda di Nusa Gede
Di Nusa Gede atau Nusa Larang atau pulau Koorders pulau di
tengah-tengah situ Lengkong, selain makam-makam para bangsawan panjalu,
terdapat satu makam pejabat kolonial Belanda yang bernama Willem Hendrik
Andreas Thilo seorang asisten residen daerah Galuh dan Kuningan. Pada
nisannya tertulis sbb:
Tetapi apakah nissan tersebut masih ada atau sudah tidak ada, perlu dicari di Nusa Larang.
Menurut penuturan alm Bapak Atong Cakradinata, ketika tentara Jepang jiarah ke Nusa Larang mereka memberi hormat ke makam Hariang Kencana, tetapi ketika dikatakan kepada mereka bahwa ada juga makan orang Belanda, tentara Jepang langsung naik pitam dan langsung memerintahkan untuk menghancurkannya. Belum jelas apakah yang dihancurkan itu nisan Mr Thilo di atas.
![]() |
Jalan masuk ke komplek pemakaman Nusa Gede saat ini (2016). |
![]() |
Makam Hariang Kencana saat ini |
![]() |
Jalan masuk ke komplek pemakaman Nusa Gede tahun 1920. |
![]() |
Jalan masuk ke komplek pemakaman Nusa Gede tahun 1925. |
Melihat Panjalu Jaman Hindia Belanda (Bagian 3)
Dalam gambar terlihat 2 orang perempuan Belanda di dermaga situ. Dermaga
masih terbuat dari anyaman bambu. Mungkin sedang menunggu perahu
datang. Diambil tahun 1924.
Empat orang Belanda sedang berlayar menggunakan perahu/rakit gandengan yang diberi atap. Terlihat seorang penduduk lokal sedang mengendalikan perahunya. Diambil tahun 1924.
Tiga orang Belanda sedang berlayar dengan dibantu oleh 4 orang penduduk lokal. Sepertinya diambil fotonya dari daratan. Jenis perahunya sama dengan foto yang di atas Diambil 31 Mei 1917.
Empat orang Belanda sedang berlayar menggunakan perahu/rakit gandengan yang diberi atap. Terlihat seorang penduduk lokal sedang mengendalikan perahunya. Diambil tahun 1924.
Tiga orang Belanda sedang berlayar dengan dibantu oleh 4 orang penduduk lokal. Sepertinya diambil fotonya dari daratan. Jenis perahunya sama dengan foto yang di atas Diambil 31 Mei 1917.
Melihat Panjalu Jaman Hindia Belanda (Bagian 2)
Situ Lengkong Panjalu sejak jaman Belanda sudah menjadi salah satu
tujuan wisata di daerah Priangan selain Garut. Dalam buku GIDS VAN
BANDOENG EN MIDDEN-PRIANGAN terbitan tahun 1927 situ Panjalu (Meer Van
Pandjaloe) dapat diakses dengan mobil dari Bandung kurang lebih 4 jam
melalui Cicalengka, Nagrek, Blubur, LImbangan, Malangbong, Ciawi dan
Panjalu dengan jarak 99 Km. Maka tidak heran situ Lengkong sudah
mendapat liputan yang banyak dari turis yang berkunjung ke sana. Pada
jaman itu foto-foto keindahan situ Lengkong menghiasi buku, majalah dan
kartu pos pada saat itu.
Tercatat orang terkenal yang telah mengunjungi situ Panjalu adalah Louis Couperus, seorang novelis Belanda yang berkunjung pada tahun 1921. Beliau melukiskan dalam tulisannya pada tahun 1923 bahwa situ Panjalu lebih tenang daripada situ Bagendit. Tentang museum Louis Couperus bisa dilihat di sini. Juga pelukis berdarah Perancis dan Indonesia Ernest Dezentje pernah berkunjung ke sini pada tahun 1919 dan mengabadikan keindahan situ Panjalu pada lukisan kanvas (lihat di bawah).
Di bawah ini beberapa foto situ Lengkong pada masa kolonial.
Gambar di samping ini adalah lukisan tentang situ Lengkong tahun 1850. Ini merupakan gambar yang paling tua yang pernah saya jumpai.
Gambar diambil dari sudut dekat pintu gerbang utama.
Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada kartu pos berwarna tahun 1909. Kartu pos diprint berwarna dan berkualitas bagus. Gambar diambil dari sudut pintu gerbang menuju bibir situ. Di pinggir situ terlihat gubuk tempat mengambil ikan.
Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada kartu pos hitam putih. Diperkirakan lebih lama daripada kartu pos yang di atas. Gambar diambil dari sudut yagn sama dengan kartu pos di atas, tapi tidak terlihat jalan menuju bibir situ.
Kartu pos dengan gambar kakek-kakek penduduk lokal yang sedang mencari ikan pada tahun 1920. Perahu yang dipakai berbentuk kayu gelondongan yang dilubangi.
Gambar di samping adalah lukisan di atas canvas tahun 1919. Di depan tampak jalan menuju bibirs situ tapi di bawah tidak terlihat saung. Dilukis oleh Ernest Dezentje tahun 1919. Ernest Dezentjé dilahirkan di Jatinegara Jakarta tanggal 17 Agustus 1884. Ayahnya merupakan seorang warganegara Belanda keturunan Perancis yang menjadi pengusaha pabrik gula, sedangkan ibunya seorang Indonesia. Dezentjé merupakan seorang pelukis otodidak yang mulai melukis pada usia 30 tahun.
Tercatat orang terkenal yang telah mengunjungi situ Panjalu adalah Louis Couperus, seorang novelis Belanda yang berkunjung pada tahun 1921. Beliau melukiskan dalam tulisannya pada tahun 1923 bahwa situ Panjalu lebih tenang daripada situ Bagendit. Tentang museum Louis Couperus bisa dilihat di sini. Juga pelukis berdarah Perancis dan Indonesia Ernest Dezentje pernah berkunjung ke sini pada tahun 1919 dan mengabadikan keindahan situ Panjalu pada lukisan kanvas (lihat di bawah).
Di bawah ini beberapa foto situ Lengkong pada masa kolonial.
Gambar di samping ini adalah lukisan tentang situ Lengkong tahun 1850. Ini merupakan gambar yang paling tua yang pernah saya jumpai.
Gambar diambil dari sudut dekat pintu gerbang utama.
Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada kartu pos berwarna tahun 1909. Kartu pos diprint berwarna dan berkualitas bagus. Gambar diambil dari sudut pintu gerbang menuju bibir situ. Di pinggir situ terlihat gubuk tempat mengambil ikan.
Gambar di samping adalah gambar situ Lengkong pada kartu pos hitam putih. Diperkirakan lebih lama daripada kartu pos yang di atas. Gambar diambil dari sudut yagn sama dengan kartu pos di atas, tapi tidak terlihat jalan menuju bibir situ.
Kartu pos dengan gambar kakek-kakek penduduk lokal yang sedang mencari ikan pada tahun 1920. Perahu yang dipakai berbentuk kayu gelondongan yang dilubangi.
Gambar di samping adalah lukisan di atas canvas tahun 1919. Di depan tampak jalan menuju bibirs situ tapi di bawah tidak terlihat saung. Dilukis oleh Ernest Dezentje tahun 1919. Ernest Dezentjé dilahirkan di Jatinegara Jakarta tanggal 17 Agustus 1884. Ayahnya merupakan seorang warganegara Belanda keturunan Perancis yang menjadi pengusaha pabrik gula, sedangkan ibunya seorang Indonesia. Dezentjé merupakan seorang pelukis otodidak yang mulai melukis pada usia 30 tahun.
Nyangku Jaman Belanda
Barangkali foto-foto di bawah ini adalah dokumentasi upacara Nyangku
yang paling tua yang saya temui. Dimuat dalam sebuah buku bahasa Belanda
terbitan tahun 1938. Dalam buku tersebut diceritakatan tentang legenda
Sanghyang Borosngora dan kronologis upacara Nyangku. Hanya saja di sana
tidak disebutkan secara langsung tentang istilah "Nyangku". Entah sejak
kapan istilah Nyangku ini digunakan.
Memang tentang keindahahan situ Lengkong Panjalu banyak sekali
turis-turis yang mendokumentasikannya, tetapi upacara Nyangku ini
relatif tidak ada yang mendokumentasikan dengan baik. Barangkali karena
tanggal dan harinya tertentu dan publikasi masih kurang sehingga tidak
banyak yang meliput.
![]() |
Para pembawa pusaka sedang iring-irngan ke tempat pencucian pusaka (alun-alun) |
![]() |
Pusaka utama (pedang) sudah dibuka dan siap untuk dicuci. Tidak jelas siapa yang memegang pedang tsb, mungkin bapak kuwu Nur Rohman Galib ? (orang tua Bpk Atong Cakradinata) |
![]() |
Pedang Sanghyang Borosngora yang disebut-sebut pemberian dari Sayyidina Ali. Didokumentasikan tahun 1863-1864. |
![]() |
Lokasi Bumi Alit di jaman Belanda. Terlihat dikelilingi pagar dan pepohonan. Diambil dari salah satu majalah Hindia Belanda bulan Juli 1921. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar