MEMAHAMI EMOSI
Seperti halnya pikiran untuk dipikirkan, maka perasaan (emosi) untuk dirasakan. Selama ini kita cenderung menafsirkan kata ‘mengendalikan emosi’ dengan memendam atau mengekang emosi. Padahal sejatinya berasal dari emotion, dalam bahasa Inggris, ‘e’ kependekan dari electromagnetic, berarti gelombang elektromagnetik dan motion yang berarti gerakan. Jadi emosi adalah gelombang elektromagnetik yang bergerak di dalam tubuh kita.
Karenanya, emosi memiliki beberapa sifat, antara lain:
• Tarik-menarik. la akan menarik segala hal yang sama sifatnya. Maka, jika kita memulai hati dengan perasaan tidak enak, akan mengundang hal-hal yang tidak mengenakkan pula. Begitu pula kalau kita selalu merasa sedih, akan cenderung menarik sesuatu yang menyedihkan dan sulit menarik sesuatu yang bersifat bahagia.
• Selalu ingin bebas. Seperti sifat energi lainnya, emosi harus dilepas atau diekspresikan. Kalau tidak dilepaskan (supress), ia akan ‘bersembunyi’ di dalam bawah sadar kita dan terus aktif mencari celah untuk keluar. Manifestasinya bisa muncul dalam berbagai gangguan fisik (migrain, maag, kanker, stroke), psikis (stres, depresi), bahkan jiwa (psikopat).
KUNCINYA : IKHLAS
Kalau seorang pilot membutuhkan alat navigasi untuk mengendalikan pesawat sampai ke tujuan, maka emosi dirancang supercanggih oleh Tuhan untuk menuntun kita pada tujuan hidup, yaitu kebahagiaan.
Melalui emosi kita bisa mengetahui apakah kita masih berada di zona nafsu (yang diliputi berbagai emosi negatif, seperti marah, takut, cemas) atau sudah berada di zona ikhlas (diliputi oleh rasa nyaman, tenang, damai), di mana kita bisa menemukan kebahagiaan sejati.
Namun karena kurang paham menggunakan ‘instrumen’ tersebut (emosi), kita mudah lepas kendali dan terjebak di zona nafsu. Berbagai masalah timbul karena kita bertindak di saat hati masih dikuasai nafsu.
Mengendalikan emosi artinya bukan mengekang-nya, tapi justru melepaskannya. Namun yang dilepas-kan di sini adalah nafsu. Agar terbebas dari emosi, kita tidak boleh lari dari perasaan. Sebaliknya kita harus mau menerima dan menghadapinya dengan ikhlas. Kondisi ikhlas hanya dapat dirasakan ketika otak (pikir-an) dan hati (perasaan) berjalan selaras.
Berdasarkan studi, frekuensi otak, dan hati bisa bertemu pada gelombang alfa (bawah sadar) atau ketika tubuh dalam kondisi relaks seperti saat bermedi-tasi atau berzikir. Dalam kondisi ini kita harus ‘berdia-log’ dengan hati untuk merasakan semua sensasi emosi yang muncul. Jadi ketika kita sedang bersedih, jangan ditahan atau dihindari. Sambutlah perasaan itu apa adanya dan biarkan hati Anda menjerit atau menangis-lah sepuasnya sampai Anda merasa ‘plong’. Perasaan lega, tenang, dan damai inilah yang menandakan kita sudah merasa ikhlas.
Untuk melakukannya, mungkin awalnya sulit. Tapi kalau kita rajin melatih ‘otot’ ikhlas ini, lama-kelamaan akan semakin kuat dan bekerja secara otomatis. Jadi, apapun masalah Anda, pastikan hati Anda dalam posisi ikhlas sebelum melangkah. Dijamin segalanya terasa mudah dan hidup menjadi lebih happy.
Bila hati bisa kita jernihkan dari tumpukan emosi yang tidak perlu, dia akan kembali sebening kaca dan mampu kedamaian, kemudahan, dan keindahan hidup.
Emosi adalah kunci untuk menemukah diri yang sejati. Ironisnya, kebanyakan masalah yang kita temui dalam hidup disebabkan oleh emosi. Contohnya, pernahkah Anda merasa uring-uringan (atau ‘bete’, kata anak zaman sekarang) yang berkepanjangan? Seringkah Anda merasa tak nyaman karena perasaan Anda campur-aduk tak karuan?
Itu suatu pertanda Anda sulit mengenali, menyadari, dan mengelola setiap perasaan yang tengah Anda alami. Bagaimana cara Anda menghilangkan perasaan negatif: berusaha memendamnya rapat-rapat, melupakannya, atau melampiaskannya kepada orang lain? Meski emosi telah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari setiap manusia, tak semua orang bisa menerima, mengakrabi, apalagi mengelola emosi mereka sendiri. Padahal, mengutip pendapat Daniel Goleman dalam buku Emotional Intelligence, salah satu tanda kecerdasan emosional adalah mampu memonitor apa yang kita rasakan dari momen ke momen untuk memperoleh wawasan psikologis dan pemahaman terhadap diri sendiri.
PETA EMOSI
Perasaan atau emosi (dari bahasa Inggris “emotion”), sebenarnya merupakan energy in motion atau energi yang bergerak. Sifat energi adalah dinamis dan kekal; ia tak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain. Perasaan manusia timbul kala energi di dalam dan di sekitar dirinya bergerak. Energi inilah yang menjadi ‘nyawa’ laku kita, mewarnai pikiran, membentuk mimpi, memperkaya hubungan insani, dan menyedi-akan bahan baku bagi daya cipta manusia. Energi ini sebenarnya adalah bagian dari diri kita, yang biasanya tak kita sadari keberadaannya sampai ia muncul menjadi sesuatu yang kita kenal sebagai ‘emosi’.
Karenanya, emosi memiliki beberapa sifat, antara lain:
• Tarik-menarik. la akan menarik segala hal yang sama sifatnya. Maka, jika kita memulai hati dengan perasaan tidak enak, akan mengundang hal-hal yang tidak mengenakkan pula. Begitu pula kalau kita selalu merasa sedih, akan cenderung menarik sesuatu yang menyedihkan dan sulit menarik sesuatu yang bersifat bahagia.
• Selalu ingin bebas. Seperti sifat energi lainnya, emosi harus dilepas atau diekspresikan. Kalau tidak dilepaskan (supress), ia akan ‘bersembunyi’ di dalam bawah sadar kita dan terus aktif mencari celah untuk keluar. Manifestasinya bisa muncul dalam berbagai gangguan fisik (migrain, maag, kanker, stroke), psikis (stres, depresi), bahkan jiwa (psikopat).
KUNCINYA : IKHLAS
Kalau seorang pilot membutuhkan alat navigasi untuk mengendalikan pesawat sampai ke tujuan, maka emosi dirancang supercanggih oleh Tuhan untuk menuntun kita pada tujuan hidup, yaitu kebahagiaan.
Melalui emosi kita bisa mengetahui apakah kita masih berada di zona nafsu (yang diliputi berbagai emosi negatif, seperti marah, takut, cemas) atau sudah berada di zona ikhlas (diliputi oleh rasa nyaman, tenang, damai), di mana kita bisa menemukan kebahagiaan sejati.
Namun karena kurang paham menggunakan ‘instrumen’ tersebut (emosi), kita mudah lepas kendali dan terjebak di zona nafsu. Berbagai masalah timbul karena kita bertindak di saat hati masih dikuasai nafsu.
Mengendalikan emosi artinya bukan mengekang-nya, tapi justru melepaskannya. Namun yang dilepas-kan di sini adalah nafsu. Agar terbebas dari emosi, kita tidak boleh lari dari perasaan. Sebaliknya kita harus mau menerima dan menghadapinya dengan ikhlas. Kondisi ikhlas hanya dapat dirasakan ketika otak (pikir-an) dan hati (perasaan) berjalan selaras.
Berdasarkan studi, frekuensi otak, dan hati bisa bertemu pada gelombang alfa (bawah sadar) atau ketika tubuh dalam kondisi relaks seperti saat bermedi-tasi atau berzikir. Dalam kondisi ini kita harus ‘berdia-log’ dengan hati untuk merasakan semua sensasi emosi yang muncul. Jadi ketika kita sedang bersedih, jangan ditahan atau dihindari. Sambutlah perasaan itu apa adanya dan biarkan hati Anda menjerit atau menangis-lah sepuasnya sampai Anda merasa ‘plong’. Perasaan lega, tenang, dan damai inilah yang menandakan kita sudah merasa ikhlas.
Untuk melakukannya, mungkin awalnya sulit. Tapi kalau kita rajin melatih ‘otot’ ikhlas ini, lama-kelamaan akan semakin kuat dan bekerja secara otomatis. Jadi, apapun masalah Anda, pastikan hati Anda dalam posisi ikhlas sebelum melangkah. Dijamin segalanya terasa mudah dan hidup menjadi lebih happy.
Bila hati bisa kita jernihkan dari tumpukan emosi yang tidak perlu, dia akan kembali sebening kaca dan mampu kedamaian, kemudahan, dan keindahan hidup.
Emosi adalah kunci untuk menemukah diri yang sejati. Ironisnya, kebanyakan masalah yang kita temui dalam hidup disebabkan oleh emosi. Contohnya, pernahkah Anda merasa uring-uringan (atau ‘bete’, kata anak zaman sekarang) yang berkepanjangan? Seringkah Anda merasa tak nyaman karena perasaan Anda campur-aduk tak karuan?
Itu suatu pertanda Anda sulit mengenali, menyadari, dan mengelola setiap perasaan yang tengah Anda alami. Bagaimana cara Anda menghilangkan perasaan negatif: berusaha memendamnya rapat-rapat, melupakannya, atau melampiaskannya kepada orang lain? Meski emosi telah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari setiap manusia, tak semua orang bisa menerima, mengakrabi, apalagi mengelola emosi mereka sendiri. Padahal, mengutip pendapat Daniel Goleman dalam buku Emotional Intelligence, salah satu tanda kecerdasan emosional adalah mampu memonitor apa yang kita rasakan dari momen ke momen untuk memperoleh wawasan psikologis dan pemahaman terhadap diri sendiri.
PETA EMOSI
Perasaan atau emosi (dari bahasa Inggris “emotion”), sebenarnya merupakan energy in motion atau energi yang bergerak. Sifat energi adalah dinamis dan kekal; ia tak dapat dimusnahkan, melainkan hanya dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain. Perasaan manusia timbul kala energi di dalam dan di sekitar dirinya bergerak. Energi inilah yang menjadi ‘nyawa’ laku kita, mewarnai pikiran, membentuk mimpi, memperkaya hubungan insani, dan menyedi-akan bahan baku bagi daya cipta manusia. Energi ini sebenarnya adalah bagian dari diri kita, yang biasanya tak kita sadari keberadaannya sampai ia muncul menjadi sesuatu yang kita kenal sebagai ‘emosi’.
Komentar